Minggu, 13 Maret 2011

KKN (KEPITING, KERANG,dan NELAYAN)

Case1: berburu tempat

Kulanjutkan kisahku dalam gelombang pasang lautan yang penuh nelayan. Universitas yang yang telah menjadi rumahku selama tiga tahun menempatkanku di sebuah desa yang yang mirip pulau.Sisi dari desa ini dikelilingi pantai dan muara sungai, sehingga hanya jembatan yang menghubungkannya dengan daratan lain. Ini segera mengingatkanku terhadap jembatan Bosporus yang menghubungkan Turki bagian Eropa dan bagian Asia.Jembatan yang mengabunggkan dua benua yang berbeda. Mungkin anda akan bertanya,dimana kesamaanya, namun entahlah terlintas saja di pikiranku.

Nama desa itu sungguh asing ditelingaku. Butuh beberapi kali lidah mengucap, dan butuh berulangkali gendang telinga bergetar ketika nama itu disebutkan sehingga otakku menjadi akrab dengannya. Nama desa itu Angkue, terletak di Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone.

Pijakan pertama di tanah bugis itu tidak kulakukan bersama teman-teman rombongan. Keterlambatanku datang bersama rombongan di desa tersebut bukan tanpa alasan. Hasil penelitian selama tiga bulan akan disediakan dalam presentasi di gedung rektorat, lantai dasar,yang bertepatan dengan pelepasan rombongan oleh seorang yang sering dipanggil PR III. Diskusi serta bahan telah rampung tadi malam. Seakan di pundakku terpampang bintang lima symbol para panglima dengan sejuta pasukan kudanya. Aku siap bertempur, itu kataku mantap.

Faktor lain yang membuat terlambat adalah kedatangan tante dari Papua. Perbedaan jam terbang, minimnya pengalaman mereka di Makassar hingga membawa sepupuku yang imut yang usia masih sangat belia menyebabkan aku menunda keberangkatan hingga esok hari. Kupersiapkan kamar ber-AC di sebuah penginanapan yang dekat dengan tempat parkir para burung besi. Legaku terbang bersama tante yang selamat hingga tempat tujuan dengan lukisan senyuman sepupu mugilku.

Isu bahwa diriku masih di Makassar tercium oleh seorang mahasiswi yang berada dalam satu kecamatan. Yanti nama pangilannya. Pintanya agar membawakan laptop yang tidak sempat dibawa karena kecurigaan berlebih akan ditempatkan dalam desa yang tidak tersengat listrik.Kebetulan ia satu pondokan dengan kawan alumniku, yang membimbingku pertemukan dengan barang titipan itu. Tak kusangka dan tak terkira, ia memintaku membawakan boneka hijau, tidak ada boneka tidak bisa tidur. Lebih tepatnya nyawa tidurnya berada pada boneka hijau tersebut. Sontan ku tolakmentah-mentah, atau kalau perlu kotolak matang-matang. Dirimu pasti tau alasannya

Selepas mentari berada pada puncaknya, dalam pikiranku Hasbi telah siap mengantarku ke terminal. Sebelumnya pintaku tepat jam sebelas sesuai perkiraan awal bahwa aku tidak mengantarkan kembali sepupu mungilku itu. Dalam kegelisahanku yang ingin segera mencium udara bone, ternyata ia sedang berbaring menatap layar segi empatnya.

"kukira kau sudah enyah dari sini" dengan senyum tergambar mulus dalam guratan keras wajah aktivis.

"bisakah kau lunasi janjimu tadi kawan?" kataku lirih, dan berharap ia mengangguk pasrah. Dengan jiwa kritisnya ia menjawab"janjiku padamu sebelum bayangan berada di bawah bendanya".

"maaf karena kupunya hajat lain dalam pundakku" tangkisku. "oh ya, tunggu saja dalam gelisahmu, kutunaikan dulu hak badan dan pakaianku untuk menyentuh air" balasnya.

Aku menuju lokasi menaiki mobil panther yang rada butut dimakan usia dan jalan raya. Bunyi serta guncangannya sudah tidak erotis. Ibarat manusia yang terkena penyakit encok peugel linu,masih mampu untuk berjalan walaupun lambat. Jalanan rusak menjadikan mobil sebagai tempat dugem dengan music yang tak berirama. Dalam perjalanan yang menghabiskan lima jam lebih dari hariku, telah kulihat tempat-tempat yang sedikit asing bagiku. Sesekali kepalaku bersandar untuk sekedar menutup mata. Tak kupedulikan suara-suara berisik yang melengkapkan kemalangan mobil ini. Kadang mataku mengawasi setiap jalan untuk melihat spanduk mahasiswa KKN yang terpampang didepan rumah penduduk, sampai pegeul leher menengok.

Matahari sudah perlahan-lahan meninggalkan tahtanya namun aku belum beranjak dari roda yang bergerak ini.Kupertaruhkan kemampuan matematikaku untuk mengukur jarak yang di tempuh dengan waktu yang terbuang, kuyakin sebelum adzan magrib mobil ini istirahat. Namun nyatanya masih menelusuri jalan yang semakin kabur fisiknya akibat minimya cahaya yang dipantulkan. Gelisahku bertambah, entah karena aku belum tahu dimana lokasiku atau mungkin pikiran akan terjadi perompakan padaku. Otakku langsung menerima sinyal gelisah dan terbangun semua ingatanku tentang jurus-jurus karate yang telah kukenal sejak kelas 4 SD.

Handphone di tangan selaluku tatap, kutekan nomor-nomor yang bisa memberiku informasi dimana poskoku.Tempat yang tidak pernah aku jamah sebelumnya memberiku dorongan untuk selalu berkomunikasi. Teman HI-ku yang berada dalam satu kecamatan menyesalkan ia berada di atas gunung, dingin dan terpencil. Pikiranku mengawang-ngawangmencoba menerka dimana aku ditempatkan dan dengan siapa ku bersama. Sudah siap diri ini dengan segala kemungkinan, walau buruk sekalipun......

Saat tiba dimalam gelap gulita, tumpanganku berhenti di pertigaan yang sering menelan korban tiap tahun depan kantor camat.Sekilat jurus ku tekan beberapa angka.

"adama di depan kantor camat bro!" kataku.

"tungguka, ku jemput ko" balas suara itu

Hmmmmm Akhirnya, sejuta cerita siap menyambutku, Bismillah

1 komentar:

  1. hahahah bisa aja bro, pas saya baca kepiting nelayan dan kerang kirain d barru bro, knp si boneka hijau g dbawa, hehehhe

    BalasHapus